HMPS IAT Melaksanakan Sosialisasi Peta Riset Mahasiswa IAT UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta - Himpunan Mahasiswa Progam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (HMPS IAT) mengadakan sosialisasi yang ditujukan kepada seluruh mahasiswa IAT UIN Sunan Kalijaga pada Senin, 10 Maret 2025. Sosialisasi bertajuk “Studi IAT dan Madzhab Sapen” ini berfokus pada pendalaman peta riset mahasiswa IAT. Acara yang menghadirkan dua narasumber, yaitu Bapak Asep Nahrul Musaddad, M.Ag. dan Bapak Dr. Phil. Muammar Zayn Qadafy, M.Hum. juga dihadiri beberapa dosen dari Prodi IAT yang lain.

Ilham Muqorrobin sebagai ketua panitia pelaksana menyampaikan dalam sambutannya bahwa acara ini dilatarbelakangi oleh keresahan HMPS atas banyaknya mahasiswa khususnya mahasiswa IAT yang kebingungan dalam menentukan domain dan lahan riset mereka. Juga karena adanya keluhan dari para dosen mengenai minimnya kemampuan mahasiswa dalam menentukan arah pembahasan penelitian terutama ketika skripsi. Sehingga dirasa sangat diperlukan adanya sosialisasi ini.

Materi pertama dibawakan oleh Bapak Asep Nahrul Musaddad, M.Ag. yang menjelaskan tentang perjalanan panjang UIN Sunan Kalijaga khususnya dalam kajian ke-IAT-annya. jika menilik dari sejarahnya, perjalanan perkembangan keilmuan IAT telah mengalami transformasi berkali-kali. Mulai dari periode PTAIN yang berorientasi kepada Darul Ulum dan Al Azhar, hingga saat ini yang mengembangkan tradisi akademik berbasis integrasi interkoneksi.

Beliau juga menyampaikan bahwa pemetaan ladang penelitian mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir dapat diarahkan ke dalam berbagai bidang kajian. Seperti Ulumul Qur’an, tejemah al-Qur’an, tafsir, fenomena vernakularisasi, hingga ritus. Setiap bidang ini memiliki cabang kajian yang sangat variatif dan tiap cabang tersebut dapat menjadi ladang riset bagi mahasiswa IAT.

Sesi kedua diisi oleh Bapak Dr. Phil. Muammar Zayn Qadafy, M.Hum. yang membukanya dengan sebuah pertanyaan tentang dimana posisi studi Al-Qur’an dan Tafsir dalam ranah akademis saat ini. Beliau menyoroti pentingnya penentuan arah kajian studi Qu’ran sebagai bagian dari proyek reset jangka panjang. Menurut beliau beberapa perdebatan seperti perdebatan mengenai tekstualisme dan kontekstualisme dalam studi tafsir dan juga dikotomi antara tafsir timur dan barat saat ini sudah tidak relevan lagi. Yang lebih penting dari perdebatan tersebut adalah bagaimana kita memahami kaidah Al-Qur’an.

Sebagai penutup beliau menyampaikan bahwa studi Al-Qur’an dan Tafsir saat ini berada di titik persimpangan. Bukan karena kehilangan arah tetapi karena pilihan arah yang semakin bercabang. Sehingga semua ini akan menjadi waktu pembuktian tentang siapa yang berani untuk terus membaca, mempertanyakan dan meluruskan pemahaman yang keliru.

Afifah Thoyyibah