SYMBOLIC MEANING DALAM RITUAL HAJI

SYMBOLIC MEANING DALAM RITUAL HAJI

Dr. H. Abdul Mustaqim, MAg

(Ketua Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pengasuh Pesantren LSQ ar-Rohmah Yk)

Ritual Haji sesungguhnya mengandung banyak pesan moral secara simbolis (symbolic meanings), yang penting dipahami, sehingga kita dapat memperoleh pelajaran berharga darinya. Ritual haji yang tidak dipahami dengan baik, akan terkesan hampa, dan akan melahirkan ritual-ritual semu, tanpa makna. Itu sebabnya, kadang kita menjumpai ada orang yang sudah pernah haji, bahkan mungkin sudah berkali-kali, tetapi tidak ada transformasi moral dalam perilakunya. Oleh sebab itu, untuk memperoleh kemabruran haji tentu sangat penting memahami pesan-pesan simbolis di balil ritual haji tersebut. Setidaknya ada beberapa pesan moral symbolic dalam ritual haji, yaitu:

Pertama, ritual ihram dengan memakai dua lembar pakaian putih. Ini memberikan pesan simbolis supaya kita ingat kematian. Rasululllah bersabda: Cukup kematian sebagai nasihat buat kalian…”. (HR. Imam Ahmad). Dalam hadis lain Nabi bersabda, Perbanyaklah mengingat kematian (HR Tirmidzi). Sebab orang yang ingat akan kematian, tentu semakin hati-hati dan mawas diri dalam kehidupan. Dia sadar bahwa kelak semua perbuatan akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. Ingat mati akan mengantarkan seseorang menjadi dermawan, sebab ia sadar ketika meninggal dunia, semuanya akan ditinggalkan dan ditanggalkan. Dan yang akan kita bawa ketika mati adalah iman dan amal shaleh.

Kedua, ritual thawaf, (secara bahasa berarati berputar) mengelilingi Ka’bah Baitullah. Ketika thawaf seseorang harus berputar sesuai dengan arus di mana orang berthawaf, tidak boleh melawan arus. Ini memberikan pesan simbolis bahwa hidup ini harus mengikuti arah dan system yang Allah Swt gariskan, jika kita ingin selamat. Thawaf sesungguhnya bukan menyembah Ka’bah, melainkan manyembah yang di balik Ka’bah, yakni Allah Swt. Ka’bah adalah symbol kehadiran Tuhan, yang kita jadikan titik pusat aktivitas dalam setiap kegiatan dan aktivitas kita. Semua perbuatan baik yang kita kerjakan harus kita niati karena Allah Swt. Inna shalâti wanusuki wa mahyâ ya wamamâti lillâhi rabbil `âlamîn. (Q.al-An’am[6]: 162)

Ketiga. Ritual Sa’i, berarti lari-lari kecil dari Shafa ke Marwa, dalam rangka napak tilasi bagaimana dulu perjuangan Siti Hajar sewaktu mencari air buat Ismail tersayang. Ini memberikan perlajaran bahwa dalam kehidupan kita harus memaksimalkan usaha dan perjuangan. Jangan mudah menyerah, sebelum memaksimalkan usaha,doa dan tawakkal. Kita harus memiliki perjuangan untuk sebuah cita-cita. Sebab hidup adalah perjuangan, berani hidup harus berani berjuang. Bukankah sebuah kebahagiaan akan terasa lebih indah, setelah melalui perjuangan yang panjang. Itulah sebabnya dalam kehidupan pasti ada ujian yang sengaja Allah berikan kepada hambaNya. (QS. al-Mulk: 2). Ujian harus kita hadapi dengan perjuangan dan kesabaran. Dengan pertolongan Allah Swt maka perjuangan kita dimudahkan. Pertolongan Allah harus kita jemput dengan sabar dan shalat. Orang yang ingin sukses tidak boleh tinggalkan sholat. Itu sebabnya pula dalam panggilan adzan dikatakan , “hayya `ala al-sholah dan hayya `ala al- falah (mari kita sholat, mari kita meraih kesuksesan).

Keempat, melempar Jumrah, yakni, jumrah ula, wustha dan `aqabah. Lempar jumrah adalah simbol perlawanan kita terhadap nafsu dan permusuhan kita dengan syaitan. Nafsu ammarah sesungguhnya selalu mengajak mendorong berbuat kejahatan. Syaitan ikut membisikkan dan menggoda, agar kita memperturutkan hawa nafsu. Oleh sebab itu, ia harus kita lempar, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali sampai mereka kalah. Orang yang sudah mampu mengalahkan hawa nafsunya,berarti ia orang-orang yang merdeka, alias memperoleh kemenangan. Dan ketika itu, Insya Allah syaitan tak berdaya lagi menggoda manusia. Minimal kita akan senantiasa di lindungi oleh Allah Swt.

Kelima, tahallul yang ditandai dengan memotong rambut di kepala. Hal ini memberikan makna simbolis bahwa ritual haji telah selesai. Memotong rambut memiliki makna simbolis bahwa orang yang sudah menunaikan haji, maka pikirannya harus bersih. Tidak ada lagi piktor (pikiran kotor), untuk su’u zhan ( buruk sangka) kepada orang lain, tidak lagi memelihara kebencian terhadap sesama, tidal pula korupsi. Orang yang sudah haji harus berusaha menjaga kebersihan dan kesucian jiwanya. Supaya memperoleh kemabruran haji. Haji Yang mambrur tidak ada balasan keculai surga. Demikian sabda Nabi Saw dari Abu Hurairah dalam Hadis Shahih Bukhari.

Lalu apa tanda kemabruran haji. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat. Mal birrul hajj ya Rasulullah ? Beliau menjawab: 1) mampu menebar kedamaian (ifsya’ al salam) 2) mampu menjaga lidahnya dari omongan kotor dan kasar (thib al-kalam 3) derwaman, suka memberi makan ( ith `am al-tha’am) . (H.R Imam Hakim). Pendek kata, haji yang mabrur adalah apabila seseorang sepulang haji menjadi orang yang lebih baik. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiah Ibn Hajar al-Haitami ala Syarhi al-Idlah fi Manasik al-Hajj karya Imam al-Nawawi, hlm 16. Min alamat al-Qabul an yarjia’ khairan mimma kana, la yua` widu al-ma’ashi . Wa allahu a`lam

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler